Islam tak boleh ditukar dengan warna-warni yang bisa ditakar. Itulah Islam universal yang dipakai zaman ke zaman, misalnya, untuk mengukur cinta Islami antara waktu dalam sejarah dengan kekekalan, antara manusia dengan sang Ilahi, antara aneka warna dengan kebeningan Islam. Perbedaan itu paripurna sejati, begitu agung, begitu universal, hingga sang Ilahi dalam Islam tak dapat dikemas dalam bingkai apapun, tak dapat diramuh dengan permainan kata yang hakiki, Cuma terkadang ada senyap sunyi yang berkelakar. Itulah agama Islam yang selalu bermuasal tak ada satupun yang sama dengan yang lain dalam menemukan Tuhannya. Keislamannya yang numinous dan berakhir pada konstruksi dari waktu ke waktu yang berirama. Frithjof Schuon— genius terbesar tradisi Philosophia Perennis Abad ke-20— dalam The Transcendent Unity of Religions (1976), mengandaikan agama dalam dua wajah yang saling menyapa yakni esoterik dan eksoterik. Biarkan sang philophia menerjemahkan capaiannya tapi sang Dia tak akan ada duanya. Tak ada tandingan yang melewati kekuatan dahsyatnya. Jika yang pertama menampilkan sisi agama yang transenden, infinitum, ?langit?, dan tak tercakapkan dengan bingkai-bingkai permainan kata dengan hakiki murni, yang terakhir meletakkan agama sebagai yang historis, mempesona, penuh warna, ?bumi?, dan taksa. Sang Dia tidak akan pernah peduli akan hal itu.
Jumlah Halaman | 158 |
Penulis | Elihami |
ISBN | 978-602-401-678-4 |
Tahun Terbit | 2017 |
Penerbit | Deepublish |
Stok Buku | 0 / |