"Suatu hari nanti, kuingin kau ceritakan mimpi-mimpimu yang tersisa.
Kuyakin kau pun memiliki talentamu sendiri yang berharga.
Ingatlah bahwa harapan itu tidak akan pernah sirna.
Berlarilah, hiduplah, gambarlah masa depan penuh warna.
Cerita pertama memperlihatkan sosok manusia yang tahu bahwa dirinya tidak bisa menggapai masa depan. Ia hanya bisa memimpikannya, membuat kenyataan dalam pikirannya. Namun, hal tersebut tidak membuatnya menyerah untuk hidup. Ia berusaha mengisi sisa waktunya dengan kebahagiaan bersama orang yang dikasihinya. Kadang kita heran, bukankah manusia seperti itu lebih baik tenang-tenang saja karena kita tahu ada sesuatu yang lebih damai dan bahagia daripada kehidupannya yang menyakitkan?
Cerita kedua memperlihatkan sosok manusia yang hidup dalam bayang-bayang orang lain. Ia merasa terlalu dibeda-bedakan sehingga ia tidak mampu melihat bakat yang ia miliki untuk menggambar masa depannya yang cerah. Saat itulah, cinta memainkan perannya. Cinta tidak melulu soal ratusan karangan bunga dan tumpukan hadiah, tetapi juga soal memberikan dukungan satu sama lain: menyatukan kelemahan masing-masing pihak, dan mengubahnya menjadi kekuatan dalam perjalanan.
Cerita ketiga menggambarkan sosok yang kehilangan kepercayaannya pada Tuhan. Ia meragukan semuanya karena merasa Tuhan sudah tidak mendukungnya lagi di saat ia sudah bekerja semaksimal mungkin. Namun, di saat itulah ia bertemu seseorang yang kesusahannya jauh lebih berat darinya, bahkan sampai ke titik terendah keadaan jiwanya. Di situlah ia merasa bahwa imannya selama ini terlalu dangkal: menyangkal Tuhan hanya karena dua angka bertinta merah di atas kertas, takut tidak memiliki masa depan. Kalau orang seperti itu saja masih dipelihara Tuhan, bukankah ia jauh lebih beruntung?
Pada akhirnya, cara terbaik menggambar masa depan adalah hidup sebaik-baiknya di masa kini. Tidak perlu takut pada sesuatu yang belum tentu terjadi. Jadilah diri sendiri, renda harapan sebanyak-banyaknya, dan nikmatilah waktu yang ada mengembangkan talenta dan bakat. Selalu ada mereka yang akan mendukungmu, apapun yang terjadi, meski kau sendiri tidak menyadarinya.
Dan yang terutama, jangan pernah menyalahkan Tuhan karena Ia memang tidak pernah salah. Seperti seorang ayah, Ia hanya ingin yang terbaik untuk anak-Nya meski hal itu berarti Ia harus bersikap keras kepadanya.
"
Jumlah Halaman | X+252 |
Penulis | Berliana Nugraheni |
ISBN | 978-623-95617-0-3 |
Tahun Terbit | 2020 |
Penerbit | Calibri Media |
Stok Buku | 0 / |