Putro Wayah; Nyai Ageng Roro Ayuningtyas

"Novel ini mengisahkan Ayuni yang selama ini merasa hidup di balik bayang-bayang dirinya yang lain. Baginya, ini bukanlah bayang-bayang melainkan nyata, bahwa dirinya merupakan seorang ratu. Hanya saja para pepunden selalu mengingatkan untuk merahasiakan identitasnya dari publik dan harus lembah manah. Problemnya, tugas dan tanggung-jawabnya demikian besar sementara Ayuni merasa sebagai manusia biasa yang tidak memiliki kemampuan apa-apa, bahkan hidupnya jauh dari kecukupan.
Sebagai putro wayah Ayuni tidak mungkin mengingkari garis leluhurnya yang wajib ia jaga dan hormati. Demikian pula dengan para keturunan dari musuh leluhurnya dulu. ""Saya pernah memiliki pengalaman aneh. Saya tidak bisa menjalani hubungan baik dengan teman-teman yang berasal dari daerah Solo ataupun Yogyakarta. Awalnya saya juga tidak tahu mengapa? Namun sekali waktu ada seorang teman yang tiba-tiba meminta maaf kepada saya.""
Ternyata dia mengaku masih memiliki garis keturunan Mataram. ""Ajaibnya, sejak saya memaafkan, maka hubungan saya dengan teman-teman yang berasal dari Solo dan Yogya berubah menjadi baik. Kami sebagai keturunan (putro wayah) masih membawa sejarah leluhur masa lalu. Atau juga karena saya sebagai Ratu yang keturunan Giri Kedaton?""
Ayuni sudah ditakdirkan garis tangannya mendapat seorang pendamping. Di kerajaan dimensi lain, orang tersebut bernama ""Panji Ketawang"" yang akan bertugas mendampinginya sebagai ratu. Panji Ketawang yang di dunia manusia bernama Rangga, menjalani hidup kekinian yang orang-orangnya masih tetap memiliki nafsu akan kekuasaan, bahkan lebih sadis dibanding dulu. Mereka berdua terseret dalam ambisi seorang politisi kejam yang ternyata memiliki hubungan kelam dengan mereka di masa lalu.
"