Dakwah Personal

Sejarah mencatat proses Islamisasi di Jawa dimulai pada awal abad 15 M oleh Walisanga dengan bukti yang monumental ketika Walisanga bersama Raden Patah berhasil mendirikan Kerajaan Islam Demak pada tahun 1478 M. Raden Patah menjadi Raja pertama dengan gelar Sultan Syah Alam Akbar, berkuasa hingga wafatnya tahun 1518 M.  Proses Islamisasi di Jawa pada periode abad 15 M  pastilah merupakan periode dakwah yang dilakukan oleh Walisanga secara intensif karena sebelum abad ini di Jawa tentunya sudah bersentuhan dengan dakwah Islam mengingat di Sumatera sudah berdiri kerajaan Islam sejak abad 13 M. Islamisasi terjadi sangat meyakinkan, mengingat sebelumnya bangsa Indonesia mayoritas memeluk Agama Budha: di Sumatera ada Kerajaan Sriwijaya, di Jawa ada Kerajaan Majapahit, Singosari yang merupakan representasi kejayaan Agama Budha. Sukses dakwah yang telah berhasil melakukan Islamisasi di se antero Nusantara adalah dakwah tanpa armada militer tanpa paksaan melainkan dengan cara damai dan kekeluargaan. Inilah dakwah yang dilakukan Walisanga dan para ulama lainnya yang menerapkan corak keagamaan tasawuf atau sufisme   yang berhasil melakukan Islamisasi Indonesia. Bahwa kemudian didirikan Kerajaan Islam di Aceh, di Sumatera Utara, di Gowa Sulawesi dan di Demak, itu terjadi tanpa peperangan dan terjadi ketika situasi sosial keagamaan lokal sejatinya telah kondusif untuk didirikan Kerajaan Islam. Ini bertolak belakang dengan pendekatan dakwah harakah yang lebih suka memberi prioritas pada perebutan kekuasaan demi untuk mencapai tujuan dakwah. Dakwah sufisme adalah inklusif (terbuka) dan evolusioner (runtut dan damai) sedangkah dakwah harakah adalah eksklusif (tertutup) dan revolusioner (meloncat dan bikin geger).  Rasulullah SAW ketika mendirikan Daulah Islamiyyah di kota Madinah pada tahun pertama tahun Hijriyyah juga tanpa peperangan ataupun paksaan. Inilah sukses awal dari dakwah personal, yang kemudian dijadikan model dakwah kaum Naqsyabandiyah.