Dalam khazanah budaya Jawa terdapat istilah “kahanan” yang acap diterjemahkan sebagai “keadaan” dalam bahasa Indonesia. Padahal, yang disebut sebagai “kahanan” bersifat owah-gingsir atau berubah-ubah, tak tetap sebagaimana yang dikandung dalam makna “Ada”—bandingkan antara pemilahan “Being” dan “Becoming” dalam sejarah metafisika Barat. Karena itulah dalam filsafat Jawa kehidupan disebut dengan istilah “dumadi” yang berakar kata “dadi,” sesuatu yang sifatnya tak sejati atau jadi-jadian yang sepadan dengan istilah “kahanan” tersebut. Memaknai hidup sebagai “Kahanan” pada dasarnya adalah meletakkannya dalam koridor kefanaan atau hal-hal yang, dari sudut-pandang manusia, bersifat manusiawi. Di sinilah orang mengenal liminalitas atau ruang ambang yang sejak awal-mulanya kerap diungkapkan dengan ungkapan bahwa manusia adalah letak dari segala lalai dan kesalahan. Sebagaimana pula yang pernah diungkapkan oleh Ibn ‘Athail-lah melalui salah satu aforismenya dalam al-Hikam, bahwa memang sudah menjadi tabiat dunia tak sesuai dengan segala ideal manusia-dimana dalam eksistensialisme dikenal sebagai “faktisitas.” Tak pelak lagi, hal ini merupakan tamparan keras bagi segala corak pola pikir dan tafsir keagamaan maupun non-keagamaan yang bersifat radikal atau “masturbasif.” Secara rendah hati, memaknai hidup sebagai “kahanan” merupakan sebentuk moderasi baik dalam berpikir maupun bersikap. (Heru Harjo Hutomo)
Jumlah Halaman | 172 |
Penulis | Heru Harjo Hutomo |
ISBN | 978-623-6143-10-0 |
Tahun Terbit | 2021 |
Penerbit | Bintang Semesta Media |
Stok Buku | 0 / |